KATA PENGANTAR
Pertama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
rahmat dan karunianya yang telah diberikan kepada kita. Semoga shalawat dan salam selalu dilimpahkan
kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan keluarganya,
serta pengikutnya hingga akhir zaman. Amin.
Kami penyusun makalah, alhamdulillah telah berhasil
menyelesaikan makalah “Pengantar
Komunikasi Massa” tentang “Peranan
Komunikasi Massa dalam Pembangunan Kebudayaan”. Dan makalah ini
kami ajukan sebagai tugas untuk melaksanakan kewajiban sebagai mahasiswa.
Semoga dengan tersusunnya makalah
ini, diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami bagaimana peranan komunikasi massa
tersebut dalam pembangunan kebudayaan terutama dalam hal perwayangan, dan apa
teori yang mendasari peranan tersebut.
Kami menyadari bahwa penulisan
dan penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu adanya
masukan, pendapat, maupun kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan.
Semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan dan mendapat
ridho Allah SWT. Amin.
Samarinda, 20 Oktober 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………………………………………………………… ii
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………………………………………………………………. iii
BAB
I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………… 1
A.
Latarbelakang
…………………………………………………………………………………………………………. 1
B.
RumusanMasalah
…………………………………………………………………………………………………….. 1
C.
Tujuan
……………………………………………………………………………………………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN ………………………………………………………………………………………………………… 2
A.
Pengertian
Komunikasi Massa .................................................................................................................... 2
B.
Sejarah perkembangan kebudayaan di Indonesia
............................................................................. 3
C.
Peranan
Komunikasi Massa dalam Pembangunan Kebudayaan ................................................. 4
D.
Contoh
Kebudayaan Perwayangan …………………................................................................................. 5
E.
Teori
Komunikasi yang Berkaitan …………………………………………………………………………….. 6
BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………………………………………………………… 7
Kesimpulan
…………………………………………………………………………………………………………………. 7
Saran ………………………………………………………………………………………………………………..………… 7
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pada
kenyataannya komunikasi tidak semudah yang diduga. Kegagalan memahami pesan
verbal ataupun nonverbal bahkan dapat mengakibatkan sebuah bencana. Memang
banyak orang menganggap komunikasi itu mudah. Karena ada kesan enteng itu tidak
mengherankan bila sebagian orang enggan menpelajari bidang ini.
Sesungguhnya komunikasi sangatlah penting dalam
kehidupan dan harus dipelajari secara lebih mendalam. Demikian pula dalam
masalah pembangunan khususnya pembangunan kebudayaan. Komunikasi yang baik dan
benar akan membuat suatu pembangunan menjadi lancar. Demikian pula dapat
diketahui bagaimana mata rantai antar komunikasi yang diterima melalui berbagai
media dengan struktur yang ada di masyarakat. Faktor inilah yang akhirnya akan
menentukan bagaimana pelaksanaan atau kenyataan dari komunikasi di daerah yang
bersangkutan.
Komunikasi dan kebudayaan merupakan suatu hal yang
berbeda, akan tetapi sangatlah penting bila kebudayaan dipertahankan ataupun
dikembangkan melalui jalan komunikasi. Salah satu caranya dengan memanfaatkan
komunikasi massa sebagai media untuk mempertahankan dan mengembangkan
kebudayaan, salah satunya kebudayaan perwayangan. Kebudayaan perwayangan saat
ini sudah mulai dilupakan oleh bangsa Indonesia.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa
pengertian komunikasi massa, kebudayaan dan wayang?
2.
Bagaimana sejarah perwayangan di Indonesia?
3.
Seberapa
penting peranan komunikasi massa terhadap pembangunan kebudayaan?
4.
Bagaimana
contoh kebudayaan perwayangan?
5.
Apa
teori komunikasi massa yang berkaitan?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian
komunikasi massa, kebudayaan dan wayang
2. Mengetahui
sejarah perkembangan perwayangan di Indonesia
3. Mengetahui seberapa penting peranan
komunikasi massa terhadap pembangunan kebudayaan
4. Mengetahui contoh kebudayaan
perwayangan
5. Mengetahui apa teori komunikasi
massa yang berkaitan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Komunikasi Massa,
Kebudayaan dan Wayang
1.
Komunikasi
Massa
Komunikasi massa diadopsi dari
istilah bahasa inggris, mass communication yang berati menggunakan media
massa. Istilah mass communication atau communication diartikan
sebagai salurannya, yaitu media masssa sebagai kependekan dari media of
communicfation. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak
harus ber\ada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau
terpencar di berbagai lokasi dan dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan
dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Komunikator dalam proses
komunikasi massa selain merupakan sumber pesan, mereka juga berperan sebagai gate
keeper yaitu berperan untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan
,mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami oleh
publik.
Jadi, Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi
media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak/ publik.
Organisasi-organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan
mempengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini
akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat
media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat.
Dimana ciri-ciri komunikasi massa
yaitu:
1.
Menggunakan
media massa dengan organisasi (lembaga media) yang jelas
2.
Komunikator
memiliki keahlian tertentu
3.
Pesan
searah dan umum, serta melalui proses produksi dan terencana
4.
Khalayak
yang dituju heterogen dan anonym
5.
Kegiatan
media massa nteratur dan berkesinambungan
6.
Ada
pengaruh yang dikehendaki
7.
Dalam
konteks sosial terjadi saling mempengaruhi antara media dan kondisi masyarakat
serta sebaliknya
8.
Hubungan
antara komunikator dan komunikan tidak bersifar pribadi
2. Kebudayaan
Kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
3. Wayang
Wayang merupakan boneka tiruan
orang yg terbuat dr pahatan kulit atau kayu dsb yg dapat dimanfaatkan untuk
memerankan tokoh dalam pertunjukan drama tradisional
(bali, jawa, sunda, dsb), biasanya dimainkan oleh seseorang yg disebut dalang.
B.
Sejarah
Perwayangan di Indonesia
Wayang berasal
dari kata wayangan yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar karena sumber aslinya
telah hilang di awalnya. Wayang adalah bagian dari kegiatan religi
animisme menyembah ‘hyang’, itulah inti-nya dilakukan antara lain di saat-saat
panenan atau taneman dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun ‘merti
desa’ agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala.
Di tahun (898 –
910) M wayang sudah menjadi wayang purwa namun tetap masih ditujukan untuk
menyembah para sanghyang seperti yang tertulis dalam prasasti balitung sigaligi
mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara terjemahan kasaran-nya kira-kira
begini : menggelar wayang untuk para hyang tentang bima sang kumara) di jaman
mataram hindu ini, ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa
kuna (kawi) pada masa raja darmawangsa, 996 – 1042 M.
Mahabharata
yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa dirakit menjadi sembilan parwa
bahasa jawa kuna lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu kanwa di masa
raja erlangga sampai di jaman kerajaan kediri dan raja jayabaya mpu sedah mulai
menyusun serat bharatayuda yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh tak puas
dengan itu saja, mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa dan kemudian
serat gatutkacasraya menurut serat centhini, sang jayabaya lah yang
memerintahkan menuliskan ke rontal (daun lontar, disusun seperti kerai,
disatukan dengan tali).
Di jaman awal
majapahit wayang digambar di kertas jawi dan sudah dilengkapi dengan berbagai
hiasan pakaian masa-masa awal abad sepuluh bisa kita sebut sebagai globalisasi
tahap satu ke tanah jawa.
Kepercayaan animisme
mulai digeser oleh pengaruh agama hindu yang membuat ‘naik’-nya pamor tokoh
‘dewa’ yang kini ‘ditempatkan’ berada di atas ‘hyang’. Abad dua belas sampai
abad lima belas adalah masa ‘sekularisasi’ wayang tahap satu dengan mulai
disusunnya berbagai mithos yang mengagungkan para raja sebagai keturunan
langsung para dewa. Abad lima belas adalah dimulainya globalisasi jawa tahap
dua kini pengaruh budaya islam yang mulai meresap tanpa terasa dan pada
awal abad keenambelas berdirilah kerajaan demak ( 1500 – 1550 M ).
Tternyata
banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam. Maka raden patah
memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang yang segera dilaksanakan oleh
para wali secara gotongroyong. Wayang beber karya prabangkara (jaman majapahit)
segera direka-ulang dibuat dari kulit kerbau yang (di wilayah kerajaan demak
masa itu, sapi tidak boleh dipotong untuk menghormati penganut hindu yang masih
banyak agar tidak terjadi kerusuhan berthema sara. Gambar dibuat menyamping,
tangan dipanjangkan, digapit dengan penguat tanduk kerbau, dan disimping sunan
bonang menyusun struktur dramatika-nya. Sunan prawata menambahkan tokoh raksasa
dan kera dan juga menambahkan beberapa skenario cerita.
Raden patah
menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan sunan kalijaga mengubah sarana
pertunjukan yang awalnya dari kayu kini terdiri dari batang pisang, blencong,
kotak wayang, dan gunungan. Sunan kudus kebagian tugas men-dalang ‘suluk’ masih
tetap dipertahankan, dan ditambah dengan greget saut dan adha-adha. Pada masa
sultan trenggana bentuk wayang semakin dipermanis lagi mata, mulut, dan telinga
mulai ditatahkan (tadinya hanya digambarkan di kulit kerbau tipis)
susuhunan ratu tunggal. Pengganti sultan trenggana, tidak mau kalah dia
ciptakan model mata liyepan dan thelengan selain wayang purwa sang ratu juga
memunculkan wayang gedhog yang hanya digelar di lingkungan dalam keraton saja.
Sementara untuk konsumsi rakyat jelata sunan bonang menyusun wayang damarwulan
aman kerajaan pajang memberikan ciri khas baru wayang gedhog dan wayang
kulit mulai ditatah tiga dimensi (mulai ada lekukan pada tatahan). Bentuk
wayang semakin ditata : raja dan ratu memakai mahkota/topong rambut para satria
mulai ditata, memakai praba dan juga mulai ditambahkan celana dan kain di jaman
ini pula lah sunan kudus memperkenalkan wayang golek dari kayu.
Sedang sunan
kalijaga menyusun wayang topeng dari kisah-kisah wayang gedog. Dengan demikian
wayang gedog pun sudah mulai memasyarakat di luar kerati. Di masa mataram islam
wayang semakin berkembang panembahan senapati menambahkan berbagai tokoh burung
dan hewan hutan dan rambut wayang ditatah semakin halus sultan agung
anyakrawati menambahkan unsur gerak pada wayang kulit pundak, siku, dan
pergelangan wayang mulai diberi sendi posisi tangan berbentuk ‘nyempurit.
Dengan adanya
inovasi ini muncul pula tokoh baru : cakil, tokoh raksasa bertubuh ramping yang
sangat gesit dan cekatan sultan agung anyakrakusuma, pengganti beliau,
ikut menyumbang bentuk mata semakin diperbanyak dan pada beberapa tokoh dibuat
beberapa wanda (bentuk). Setelah semua selesai dilaksanakan, diciptakan seorang
tokoh baru raksasa berambut merah bertaji seperti kuku yang akhirnya disebut
‘buta prapatan’ atau ‘buta rambutgeni’.
Berbagai
inovasi dan reka-ulang wayang masih terus berlangsung dari jaman mataram islam
sampai jaman sekarang. Dengan munculnya ide-ide ‘nyeleneh’ para dhalang
berbagai peralatan elektronis mulai ikut berperan dalam tata panggung maupun
perangkat gamelan. Begitu pula dalam hal tata pakaian yang dikenakan oleh
ki dhalang, pesinden, maupun para juru karawitan dalam hal skenario-nya pun
senantiasa ada pergeseran sehingga kini sudah semakin sulit dihakimi mana
yang cerita ‘pakem’ dan mana ‘carangan’ (cerita tentang
asal-usul semar, misalnya, ada beberapa versi yang
semuanya layak untuk dipelajari ).
Tapi siapa sih
yang bisa disebut ‘berwenang menghakimi’ ? walau demikian, garis besar struktur
dramatika-nya agaknya relatif tetap pathet nem, pathet sanga, lalu pathet
manyura relatif standar dan tetap seperti juga mengenai inti filsafatnya
sendiri : wayang adalah perlambang kehidupan kita sehari-hari
C.
Peranan
Komunikasi Massa dalam Pembangunan Kebudayaan
Peranan komunikasi massa dalam pembangunan terutama
pembangunan kebudayaan adalah sebagai agen pembaharu (agent of social change).
Letak peranannya dalam membantu masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat
modern. Jenis perubahan yang diinginkan oleh sebagian besar bangsa-bangsa
adalah perubahan yang lebih cepat daripada perubahan sejarah, lebih lunak
daripada proses perubahan yang dipaksakan. Sikap paksaan dalam pembangunan
diganti oleh sikap membujuk dan memberikan kesempatan partisipasi pada setiap
anggota masyarakat. Setiap bangsa yang ingin meningkatkan proses pembangunan
kebudayaan harus menyadarkan seluruh masyarakat akan arti pentingya pembangunan
serta membantu masyarakat mengenal kebiassan-kebiasaan baru secara lancar
sehingga mereka dapat merasakan hasilnya.
Salah satu alasan yang menyebabkan sulitnya merubah
kebiasaan lama maupun memperkenalkan cara-cara baru adalah eratnya hal-hal
tersebut dengan kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan lain yang berbeda. Oleh
sebab itu, berbicara soal perubahan, kita harus berbicara mengenai perubahan
apa yang dibawakannya bagi seluruh masyarakat. Persoalan yang erat hubungannya
dengan ikatan budaya dalam proses pembaharuan adalah mengusahakan agar setiap
aspek perubahan budaya harus ditempatkan pada suatu dasar pemikiran yang luas
agar dapat menyesuaikan diri dengan pengaruh-pengaruh yang timbul serta usaha-usaha
mempertahankan nilai-nilai budaya yang bermanfaat.
Orang-orang yang hidup dalam suatu masyarakat dimana media
telah berperan sebagai bagian dari kehidupan mereka, seiring melupakan bahwa
banyak pelajaran yang mereka peroleh lewat media. Tatkala surat kabar,
televisi, radio bahkan intrnet mulai merambah luas, media ini berperan sebagai
sumber berita utama bagi segala peristiwa. Seluruh generasi manusia membentuk
pendapat mereka tentang masalah_masalah yang muncul sebagai dari hasil yang
mereka pelajari.
Komunikasi berperan penting dalam pembangunan. Apabila kita
menengok ke belakang, sarana
komunikasi di negara-negara berkembang yang dulunya masih terbatas pada media
cetak, semuanya kini telah berubah. Teknologi komunikasi mulai berkembang pesat,
terutama dengan adanya televisi, internet, dan telepon. Perkembangan ini
menyebabkan “jarak psikologis” mendekatkan “jarak geografis” antarbangsa.
Namun di sebagian negara sedang berkembang, masih terdapat
ketimpangan informasi dalam sistem komunikasi mereka. Ketimpangan komunikasi
tersebut dapat menimbulkan perbedaan persepsi tentang pembangunan, yang pada
akhirnya menghambat pembangunan itu sendiri.
D.
Contoh Kebudayaan Perwayangan
Kebudayaan Perwayangan yang paling terkenal di antara
kesenian Indonesia, di sini didefinisikan sebagai sebagai “bentuk seni
pertunjukan yang menggunakan boneka dari kulit serta menyajikan cerita yang
pada mulanya berasal dari kepahlawanan Hindu: Ramayana dan Mahabhrata“. Bagian
pertama dari definisi itu membedakan wayang purwa dari seni pertunjukan lainnya
yang menyajikan cerita yang sama tetapi tidak menggunakan boneka kulit sebagaia
“aktor dan aktris”-nya, misalnya wayang golek Sunda di Jawa Barat dan wayang
orang. Wayang golek menggunakan boneka kayu tiga dimensi, sedangkan wayang
orang diperankan oleh manusia. Istilah wayang sendiri berarti bayangan, tetapi
dalam kisaran waktu ini juga berarti pertunjukan.
Bagian kedua dari definisi itu membedakan Kebudayaan
Perwayangan dari jenis wayang yang lain, yang meskipun menggunaka boneka dari
kulit (dalam bentuk apapun). Tidak menyajikan cerita yang berasal dari kedua
cerita kepahlawanan Hindu tersebut. Dibandingkan dengan bentuk wayang yang
lain, wayang purwalah yang paling terkenal, sedang jenis wayang yang lain
dianggap sebagai bentuk kesenian yang “mati”.
1.
Wayang
Purwa
Wayang purwa, yang paling terkenal di antara kesenian
Indonesia, di sini didefinisikan sebagai sebagai “bentuk seni pertunjukan yang
menggunakan boneka dari kulit serta mnyajikan cerita yang pada mulanya berasal
dari kepahlawanan Hindu: Ramayana dan Mahabhrata“. Bagian pertama dari definisi
itu membedakan wayang purwa dari seni pertunjukan lainnya yang menyajikan
cerita yang sama tetapi tidak menggunakan boneka kulit sebagaia “aktor dan
aktris”-nya, misalnya wayang golek Sunda di Jawa Barat dan wayang orang. Wayang
golek menggunakan boneka kayu tiga dimensi, sedangkan wayang orang diperankan
oleh manusia. Istilah wayang sendiri berarti bayangan, tetapi dalam kisaran
waktuini juga berarti pertunjukan.
Bagian kedua dari definisi itu membedakan wayang purwa
dari jenis wayang yang lain, yang meskipun menggunaka boneka dari kulit (dalam
bentuk apapun). Tidak menyajikan cerita yang berasal dari kedua cerita
kepahlawanan Hindu tersebut . Dibandingkan dengan bentuk wayang yang lain,
wayang purwalah yang paling terkenal, sedang jenis wayang yang lain dianggap
sebagai bentuk kesenian yang “mati”.
2.
Wayang
Purwa Sebagai Sarana Pembangunan
Masyarakat jaman modern cenderung melihat tradisi
serta perwujudan dari segi negatifnya. Mereka menganggap sebagai penghalang
laju kemajuan, membelenggu tingkah laku manusia yang selalu mencoba bergerak ke
depan dalam rangka mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik. Di mata
orang-orang modern, terutama mereka yang hidup di kota-kota besar di negara
yang sedang berkembang, tradisi dihubungkan dengan keterbelakangan dan
nilai-nilai kebudayaan yang kolot yang harus dikesampingkan kalau mereka ingin
negeri mereka berkembang dan bersaing dengan baik di dunia modern ini.
Wayang purwa dapat menjembatani jurang pemisah antara
penduduk kota dan pedesaan, antara penduduk kota yang maju dan penduduk desa
yang terpelajar. Saat ini jika ditilik dengan cermat, media massa dapat
berperan penting sebagai sarana pembangunan yantg kuat, terutama disebabkan
karena surat kabar sudah tersebar luas seperti yang diharapkan. Walaupun tidak
dapat dipungkiri media massa terutama media cetak hanya tersebar di kota-kota
besar saja. Media massa yang lain pun telah memberikan gambaran yang lebih
baik. Berkat kemajuan teknologi yang sangat pesat, orang-orang yang tinggal di
daerah terpencil pun dapat menikmati media elektronik yang ada.
Sejalan dengan itu wayang purwa dengan ceritanya yang
sangat terkenal, bersama dengan bentuk-bentuk media tradisional lain seperti
wayang golek Sunda, wayang Bali, wayang orang dan sebagainya, benar-benar
tertanam dalam hati masyarakat sebagai kerangka referensi budaya yang dikenal.
Dibanding dengan gedung-gedung bioskop yang jumlahnya masih kurang apalagi di
pedesaan-pedesaan, dalang wayang purwa yang berjumlah 20.000 dapat dengan ebih
baik menjangkau masyarakat, karena mayang purwa menyampaikan pesan-pesan yang
dikandungnya serta relevan dengan kerangka kebudayaan yang dikenal.
3.
Komunitas
Perwayangan Melalui Media Massa
Sejak tahun enam puluhan, stasiun-stasiun radio telah
dan masih menyiarkan dengan tetap pertunjukan wayang purwa. Stasiun-stasiun
radio di Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta secara bergiliran
menyiarkan pertunjukan wayang purwa semalam suntuk setiap minggu.
Pertanyaan yang timbul adalah apakah wayang purwa
sebagai suatu bentuk seni tradisional, dapat menyampaikan gagasan serta konsep
baru? Dengan kata lain dapatkah wayang purwa berfungsi sebagai sarana
pembangunan dan modernisasi?
Jawabannya adalah “ya”, karena wayang purwa dalam
kisaran waktu telah menyisipkan perubahan-perubahan dalam bahasa dan agama, dan
telah memperbaiki ceritanya. Lebih lanjut melalui adegan lawaknya, dalang
selalu dapat memasukkan ide- modern dalam lelucon, percakapan dan nyanyian
karena adegan ini tidak terikat oleh peraturan-peraturan yang kaku yang
menikmati pertunjukan wayang dengan dalang yang terkenal, yang disiarkan
melalui radio ataupun televisi ke seluruh tanah air, di mana pelawak-pelawak
tradisional mengadakan pembicaraan yang berbobot menyangkut kehidupan sosial
pada saat itu.
Wayang purwa dapat menjadi penghubung antara
pandangan-pandangan yang sangat berbeda diantara penduduk desa dan kota. Wayang
purwa dapat membantu mengurangi lebarnya jurang pemisah komunikasi, mencegah
adanya perpecahan dalam masyarakat yang sangat membutuhkan suatu usaha bersama
menuju keberhasilan pembangunan kebudayaan perwayangan.
E.
Teori
Komunikasi Massa yang Berkaitan
“Theories of Mass Communication” yang menyebutkan bahwa:
Masalah yang penting dalam teori komunikasi massa adalah bagaimana mengukur
pengaruh (effect) komunikasi terhadap kehidupan masyarakat (London, 1966).
Teori ini mencangkup keseluruhan masalah yang dibahas dalam
makalah ini sehingga memudahkan dalam penyusunan makalah sebagaimana dibutuhkan
adanya peran serta komunikasi massa dalam pengembangan kebudayaan.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
:
Jadi,
Komunikasi dan kebudayaan merupakan suatu hal yang berbeda,
akan tetapi sangatlah penting bila kebudayaan dipertahankan ataupun
dikembangkan melalui jalan komunikasi. Salah satu caranya dengan memenfaatkan
komunikasi massa sebagai media untuk mempertahankan dan mengembangkan
kebudayaan, salah satunya kebudayaan perwayangan. Majunya perkembangan media massa mampu memberikan
informasi yang luas kepada khalayak mengenai sebuah kebudayaan. Secera
geografis, Mereka yang berada dalam jarak jauh tentunya masih tetap bisa
mendapatkan informasi mengenai kebudayaan yang ada. Dengan begitu komunikasi
massa menjadi sarana untuk mempertahankan kebudayaan agar sebuah kebudayaan
tidak mengalami kepunahan.
Saran
:
Oleh karena itu perlunya ada
tindakan nyata dari berbagai pihak dan komunikasi masalah yang memiliki peran
cukup dominan dalam hal ini karena dapat direpresantasikan ke seluruh lapisan
masyarakat pada saat ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Depari, Edward dan Collin Mac Andrews, 1985, Peranan
Komunikasi Massa dalam Pembangunan, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Koentjaraningrat, 1981, Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan, Bandung: Srikandi Media.
Rivers, William L. dan Jay W. Jensen, 2004, Media
Massa dan Masyarakat Modern, Jakarta: Prenada Media
Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker, 1971, Comminication
of Innovation, New York: The Free Press
Soedjatmoko, 1986,
Dimensi Manusia dalam Pembangunan, Jakarta: LP3S
Mulyana, Deddy, 2008, Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar, Jakarta: Gramedia Indonesia
terima kasih atas informasinya.. ;)
BalasHapus