Senin, 25 Juni 2012

Ombudsman


OMBUDSMAN

A.    Pengertian Ombudsman
Ombudsman adalah suatu lembaga yang dibentuk untuk menghadapi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah dan membantu aparatur agar melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, juga untuk mendorong pemegang kekuasaan melaksanakan pertanggungjawaban serta pelayanan secara baik. Umumnya ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima dan meyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik.
Tetapi sesungguhnya ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sitemik dalam upayanya meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Maladministrasi adalah perbuatan koruptif yang meskipun tidak menimbulkan kerugian negara, namun mengakibatkan kerugian bagi masyarakat (warga negara dan penduduk) karena tidak mendapatkan pelayanan publik yang baik (mudah, murah, cepat, tepat dan berkualitas).

B.     Sejarah terbentuknya Ombudsman
Ombudsman adalah lembaga yang sejak lama ada dalam sejarah peradaban manusia. Pada masa kekaisaran Romawi Kuno sudah dikenal adanya lembaga Tribunal Plebis yang menjalankan fungsi ombudsman yakni melindungi hak-hak masyarakat dari penyalahgunaan kekuasaan  oleh para bangsawan (penguasa). Model pengawasan ombudsman juga telah ditemui di Cina sejak 225 M pada masa pemerintahan Dinasti Tsin, di mana Kaisar Cina membentuk lembaga pengawas yang dikenal secara internasional dengan sebutan Control Yuan atau biasa disebut juga sebagai Cencorate yang bertugas mengawasi perilaku para pejabat kekaisaran dan menjalankan juga fungsi sebagai perantara bagi masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasi dan keluhan kepada Kaisar Tsin.
Hingga saat ini Dean M Gottehrer, mantan Presiden Ombudsman Amerika Serikat menemukan bahwa pada dasarnya kelembagaan ombudsman berakar dari prinsip-prinsip keadilan yang menjadi bagian dari mekanisme pengawasan dalam sistem ketatanegaraan Islam, yang dikembangkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M) yang memposisikan dirinya sebagai Muhtasib yakni orang yang menerima keluhan dari warga masyarakat dan menjadi mediator dalam menyelesaikan perselisihan antara warga dengan pejabat pemerintahan. 
Khalifah Umar bin Khatab kemudian membentuk lembaga Qadhi al Qudhaat dengan tugas khusus melindungi warga dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan oleh penyelenggara pemerintahan. Lembaga Qodhi al Qudhaat tersebut kemudian dikembangkan oleh Dinasti Osmaniah di Turki.  Pada 1709 Raja Swedia Charle XII mengungsi ke Turki (karena kalah dalam perang melawan Rusia) dan berkesempatan mempelajari dan mendalami tentang lembaga Qadi al Qudhaat tersebut. 
Sekembalinya Raja Charles XII ke Swedia, ia menggagas pembentukan lembaga dengan fungsi dan peran yang sama dengan Qadhi al Qudhaat dan diberi nama Ombudsman (menurut bahasa Skandinavia) yang artinya pengawas penyelenggaraan negara. Itu pulalah sebabnya Swedia tercatat sebagai negara pertama di dunia yang membentuk ombudsman modern (parliamentary ombudsman) pada 1809.  
Ombudsman di Indonesia sudah ada sejak 2000, pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid yang membentuk Komisi Ombudsman Nasional (KON) melalui Keppres Nomor 44/2000, sebagai bagian dari program pembangunan demokrasi di Tanah Air dengan jalan menghidupkan mekanisme Checks and Balances, di mana setiap warga negara (civil society) diberi kesempatan berperan dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal sebagai tokoh yang sangat pro demokrasi, dan di masa pemerintahannya (yang singkat) itu telah dilahirkan berbagai gagasan, program dan lembaga untuk membangun dan memperkuat demokrasi di Indonesia. 
Pada 2001 dikeluarkan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan KKN yang menyebutkan bahwa sebagai upaya pemberantasan KKN direkomendasikan antara lain membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Ombudsman melalui undang-undang.
Berdasarkan fakta tersebut, jika ditinjau dari perspektif politik hukum, maka eksistensi KPK dan Ombudsman adalah amanat rakyat untuk memberantas korupsi. 
Sebagai tindak lanjut dari Tap MPR tersebut dibentuklah UU Nomor 30/2002 tentang KPK dan UU Nomor 37/2008 tentang Ombudsman RI. Melalui UU Nomor 37/2008, terjadi penguatan kelembagaan terhadap Ombudsman yang semula berstatus sebagai Komisi Ombudsman Nasional (KON) berubah status menjadi lembaga negara dengan nama Ombudsman RI. 

C.    Fungsi Ombudsman
Yang dimana fungsi Ombudsman adalah mengawasi pelayanan dalam penyelenggaraan pemerintahan melalui peran serta masyarakat, sehingga dapat mengembangkan kondisi yang kondusif dalam meningkatkan perlindungan hak-hak masyarakat agar memperoleh pelayanan publik, keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik.

 


D.    Tugas Ombudsman
Ombudsman juga memiliki tugas, yaitu:
1.      Menerima laporan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang tidak sesuai. Dengan syarat pelapor adalah Orang yang mempunyai kepentingan terhadap kasus yang dilaporkan.
2.      Melakukan (investigasi) pemeriksaan atas laporan dari masyarakat.
Investigasi dalam konteks Ombudsman merupakan proses penyelidikan terhadap apakah laporan/ keluhan atau informasi yang memang menjadi kewenangannya dapat menemukan bukti-bukti, bahwa pihak terlapor terbukti telah melakukan atau tidak melakukan tindakan sebagaimana dilaporkan/ dikeluhkan.
3.      Menindaklanjuti laporan masyarakat dengan dasar wewenang yang dimiliki.
4.      Memberi alternatif penyelesaian atau memberi rekomendasi kebijakan atau penyelesaian atas pengaduan tersebut.
5.      Melakukan usaha pencegahan dalam ketidaksesuaian pelayanan publik.

E.     Wewenang Ombudsman
1.         Meminta keterangan dari pelapor mengenai laporan yang dilaporkan tersebut.
2.         Memeriksa berkas-berkas kelengkapan mengenai laporan tersebut.
3.         Meminta salinan berkas yang diperlukan untuk pemeriksaan.
4.         Melakukan pemanggilan terhadap pelapor dan semua pihak yang terlibat.
5.         Menyelesaikan laporan dengan cara yang disepakati oleh pihak yang bersangkutan.
6.         Membuat rekomendasi untuk penyelesaian laporan.
7.         Mengumumkan hasil pertemuan.
8.         Menyampaikan saran kepada lembaga negara dengan tujuan perbaikan demi pelayanan publik yang lebih baik.

2 komentar:

  1. terimakasih...penjelasannya sangat membantu:))

    BalasHapus
  2. Waaaaah, menarik. Apalagi kalo ada sumber rujukannya.
    :)

    BalasHapus